Hadis Akhlak Ushul Kafi: Berprasangka Baik


AnNajah-Berprasangka Baik

1. Rasulullah Saw bersabda, "Demi Zat yang tidak ada tuhan selain-Nya! Tidak pernah diberikan kepada seorang mukmin kebaikan dunia dan akhirat kecuali prasangka baik kepada Allah dan harapannya kepada Allah." Beliau kemudian melanjutkan, "Demi Zat yang tidak ada tuhan selain-Nya! Seorang hamba mukmin tidak akan berprasangka baik kepada Allah kecuali Allah bersama prasangka baiknya. Karena sesungguhnya Allah itu Karim dan segala kebaikan berada di tangan-Nya. Allah Swt akan malu bila hamba mukmin-Nya telah berprasangka baik kepada-Nya, sementara Dia berbuat yang bertentangan dengan prasangka baik dan harapan hamba-Nya. Oleh karenanya, senantiasa berprasangka baik kepada Allah dan semakin dekat kepada-Nya."[1]

2. Imam Shadiq as berkata, "Berprasangka baik kepada Allah bermakna jangan pernah berharap kepada selain-Nya dan yang paling ditakuti hanya dosamu sendiri."[2]

Mufti Perak Malaysia haramkan paham Wahabi


         AnNajah-Aliran Wahabi dianggap bercanggah/bertentangan dengan Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (meski Wahabi kadang mengaku sbg Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan mereka menolak disebut Wahabi). Fatwa Penegahan Menyebarkan Aliran dan Dakyah Wahabiah http://mufti.perak.gov.my/perkhidmatan/e-book/372-fatwa-penegahan-menyebarkan-aliran-dan-dakyah-wahabiah.html Halaman 2 Halaman 3 Halaman 4 Halaman 5 Halaman 6 Tentang Wahabi: http://kabarislam.wordpress.com/category/aliran-sesat/wahabi Filed under: Wahabi...

sumber : kabarislam

Revolusi Islam, Cikal Bakal Demokrasi Religius

AnNajah-Seiring dengan kemenangan Revolusi Islam Iran, budaya pemerintahan dengan suara rakyat semakin tersebar dan menjadi sumber legalitas sebuah pemerintahan. Oleh karena itu, Revolusi Islam dapat juga disebut sebagai babak baru transformasi demokrasi di Iran yang termanifestasikan dalam beragam dimensi sosial, ekonomi dan budaya.

Dalam kaca mata politik, kemenangan Revolusi Islam bukan sekedar keberhasilan menggulingkan pemerintahan despotik Shah Pahlevi, namun mampu memupuk alur politik baru untuk pertama kalinya di dunia. Di mana selain bersandar pada sistem demokrasi yang bertumpu pada suara rakyat serta penyerahan masa depan kepada rakyat sendiri, juga nilai-nilai agama terlihat nyata dalam sistem baru ini. Oleh karena itu, di Iran "Republik" dan "Islam" bersatu di mana salah satunya tidak melanggar yang lain atau merusak.

Hal ini dapat disaksikan dengan jelas dalam Undang-Undang Dasar Republik Islam Iran. Berdasarkan UU ini dari satu sisi ajaran Ilahi sangat ditekankan, di mana nilai-nilai tradisional dan agama khususnya asas Velayat-e Faqih sehingga ajaran agama semakin terlihat nyata dalam UUD Iran. Dari sisi lain, dalam undang-undang dasar Iran sangat ditekankan kekuatan rakyat. Hal ini terlihat nyata dalam berbagai sistem dan lembaga mulai dari sistem pemilu, parlemen, dewan perwakilan daerah dan kota serta kebebasan publik dan politik.

Dengan demikian dalam undang-undang dasar Republik Islam dua pemahaman otoritas (agama dan rakyat) saling berdampingan. Meski demikian hubungan dua otoritas ini vertikal dan bukan horizontal. Dalam pasal pertama UUD disebutkan bahwa bentuk pemerintahan Iran adalah Republik Islam. Hal ini memiliki arti bahwa bentuk pemerintahan adalah Republik dan perangkatnya adalah Islam. Dengan demikian hasil dari legalitasnya adalah agama dan suara rakyat.

Hasil dari perubahan ini adalah kesadaran politik masyarakat dalam menentukan masa depan mereka semakin meningkat dan kokoh. Kondisi ini juga membantu terbentuknya pemerintahan independen yang muncul dari keinginan rakyat. Dari proses ini, pemilu sebagai asas utama terbentuknya struktur dalam demokrasi dalam Republik Islam berubah menjadi proses solid dan berpengaruh dalam pentas politik. Asas yang didasari oleh ideologi demokrasi religius ini dicantumkan mekanisme partisipasi rakyat dalam pembentukan seluruh lembaga pemerintahan baik itu secara langsung atau tidak.

Dengan terbentuknya pemerintahan Republik Islam, seluruh hak rakyat sama dan setiap orang mendapat haknya dalam pentas pemilu serta partisipasi dalam pemerintahan. Proses demokrasi ini kini menjadi kewajiban sipil dan agama di masyarakat serta diakui sebagai bagian dari hak sipil dan politik seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, pemilu di Iran merupakan proses yang sesuai dengan standar serta memiliki hasil legal. Dalam undang-undang dasar Iran juga disiapkan partisipasi luas rakyat dalam memilih pemimpin negara. Dengan kata lain, karakteristik utama Republik Islam adalah porsi besar partisipasi rakyat dalam menentukan masa depan mereka sendiri melalui pemilu.

Dengan demikian hasil politik Revolusi Islam adalah terealisasinya pemerintahan Republik Islam yang terdiri dari pemerintahan sipil dengan warna agama di mana republik (kedaulatan rakyat) bersanding dengan Islam. Berdasarkan pasal 14 undang-undang dasar Iran, tolok ukur pemilihan adalah suara rakyat dalam bentuk pemilihan langsung presiden dan anggota parlemen. Butir ketiga undang-undang dasar Iran terkait hak-hak rakyat menekankan beragam kebebasan, namun dengan syarat tidak melanggar prinsip independensi, kebebasan, persatuan nasional, ajaran Islam dan asa sistemrepublik.

Secara global, dalam setiap masyarakat yang mengedepankan sistem pemilu maka hanya sang pemilih yang memiliki hak memilih mereka yang dianggap layak dan memiliki kapasitas untuk menempati posisi tertentu. Dengan dasar ini, dalam undang-undang dasar Iran telah diprediksikan berbagai masalah yang akan membuka peluang munculnya diktatorisme. Pasal pemisahan kekuasaan, yudikatif, legislatif dan eksekutif juga ditekankan dalam UUD Republik Islam Iran.

Mencermati undang-undang dasar Iran yang banyak menekankan masalah hak suara, kebebasan, partisipasi dan kedaulatan rakyat dalam menentukan masa depan mereka, dapat disimpulkan bahwa meski berdasarkan UUD, otoritas Ilahi disandingkan dengan otoritas rakyat, namun kebersamaan ini dalam bentuk saling menyempurnakan. Oleh karena itu, sebagian garis politik menyebutkan landasan pemerintahan Republik Islam berdasarkan kedaulatan rakyat dan pemilihan pejabat dengan suara rakyat.

Rakyat Iran memiliki peran dalam pemilihan pejabat baik langsung atau tidak. Oleh karena itu, wajar jika partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan dan mengelola negara termanifestasikan dalam bentuk pemilihan pejabat yang layak dalam setiap pemilu. Meski peran kubu politik serta kandidat independen  dalam setiap pemilu di Iran memiliki urgensitas tersendiri, namun pemilihan final berada di tangan rakyat.

Menurut arahan Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei "Pemilu merupakan manifestasi terbesar kedaulatan nasional". Oleh karena itu, persaingan pemilu menjadi lahan kemajuan dan keagungan di sektor ekonomi dan politik. Dengan memperhatikan masalah ini, pemilu di Republik Islam memiliki posisi khusus disebabkan oleh urgensitas suara rakyat yang dengan kesadaran tinggi berduyun-duyun menyalurkan suaranya di kotak-kotak suara pemilu guna menentukan masa depan mereka.

Tak diragukan lagi bahwa partisipasi politik hanya dapat terjadi melalui kehadiran seseorang di jaringan sosial dan politik. Melalui jalur ini kampanye, penyaluran suara dan pengawasan terhadap jalannya roda-roda pemerintahan dapat ditegakkan. Proses ini di 34 tahun lalu dengan partisipasi dan kesadaran bangsa Iran di pemilu terus berlangsung. Rakyat Iran dengan partisipasi besar dalam setiap pemilu memainkan peran dalam memperkokoh pemerintahan Republik Islam.

Sejatinya demokrasi, kemajuan, kesejahteraan, keadilan sosial dan politik serta masyarakat modern dihasilkan dari partisipasi rakyat dan suara mereka. Dengan kata lain, hasil pemilu merupakan sumber pengaruh dan dapat mengubah nasib individu, kelompok, partai, pemerintah, masyarakat, kawasan dan kebijakan tertentu di dunia. Wajar dalam sebuah masyarakat yang budaya politiknya semakin maju, rakyat mampu berpartisipasi dalam pengambilan keputusan di tingkat makro dengan suara mereka.

Proses ini selama 35 tahun kemenangan Revolusi Islam dengan partisipasi luas rakyat semakin mengalami penyempurnaan. Rata-rata setiap tahunnya di Iran digelar pemilu. Sementara itu, tak sulit untuk menggapai sebuah masyarakat demokratik. Sejak awal kemenangan Revolusi Islam ketika kesadaran politik masyarakat melalui partisipasi dalam menentukan masa depan mereka dimulai, kehadiran luas rakyat di pemilu semakin memiliki arah yang jelas.

Ketika rakyat terlibat dalam pemilu, maka akan muncul iklim berbeda di masyarakat dan pemerintah yang memiliki dampakpenting dalam proses politik, sosial dan ekonomi. Lebih jelasnya, kehadiran rakyat di setiap pemilu dengan kesadaran penuh secara tak sadar telah membentuk kekuatan pertahanan dalam menghadapi ancaman musuh dan membuat hegemoni Barat dan permusuhan mereka terhadap bangsa Iran semakin sulit.

Partisipasi luas rakyat dalam pemilu selain menguntungkan sistem sosial dan ekonomi dalam negeri juga mempersiapkan pengokohan persatuan sebagai sandaran pemerintah di tingkat dalam negeri dan internasional. Pemilu juga menjadi asas penentu dalam pengokohan sendi-sendi demokrasi sebuah pemerintah. Artinya posisi penting pemilu sebagai tolok ukur dalam menentukan nasib politik sebuah masyarakat merupakan indikasi kekuatan pemerintah dan jaminan bagi terealisasinya cita-cita bersama.

sumber : irib

Buku Putih Mazhab Syiah: PENGANTAR Prof. Dr. M. Quraish Shihab, M.A

AnNajah-Kesefahaman, Urat Nadi Persaudaraan Islam[1]
Buku putih ini, dan upaya-upaya merakit persatuan umat, adalah dua hal yang menyatu. Buku Putih Mazhab Syiah ini memuat uraian-uraian untuk kesefahaman demi kerukunan umat Islam. Tidak akan ada persatuan dan kerukunan, kalau tidak ada kesefahaman. Lalu, tidak bisa pula ada kesefahaman kalau tidak ada upaya yang sungguh-sungguh untuk memfahami diri masing-masing. Setiap diri atau kelompok harus memfahami dirinya sendiri dan kemudian memfahami pihak lain. Buku Putih Mazhab Syiah merupakan upaya memperkenalkan Syiah agar difahami dengan benar. Hal ini tidak cukup jika pihak di luar Syiah tidak memfahami dirinya. Kesefahaman, dengan demikian, sangat perlu sebab kesalahfahaman hanyalah akan menyimpan potensi konflik. Boleh jadi, berbagai konflik seperti yang terjadi dalam masyarakat Islam di dunia dan di Indonesia ini merupakan akibat dari kesalahfahaman. Ringkasnya, jika disederhanakan, mungkin ada kesalahfahaman orang Syiah terhadap Mazhab Syiah, dan kesalahfahaman orang Sunni terhadap Mazhab Sunni.

Perkenankan penulis memperjelas persoalan tersebut. Pertama, persoalan penting dan mendesaknya kesalingfahaman serta upaya mengatasi kesalahfahaman. Tidak dimungkiri oleh siapa pun bahwa Syiah, atau yang dinamai Syiah, banyak kelompoknya. Itu sebabnya, kalau ada pendapat dari satu kelompok Syiah yang dinisbatkan kepada kelompok lain, maka di sini bisa timbul kesalahfahaman. Suatu contoh, ada Syiah Ismailiyah, ada Syiah Zaidiyah, yang sekarang banyak dan berkembang di Yaman. Ada juga Syiah Ja'fariyah yang juga sekarang masih berkembang utamanya di Iran dan Irak. Hingga sekarang ini masih terdapat perbedaan di antara pemahaman Syiah tersebut. Dulu ada Syiah Al-Khathaniyah, Al-Qaramithah, dan puluhan lagi aliran Syiah lainnya. Jika pendapat salah satu aliran Syiah, misalnya Khathaniyah lalu dinisbatkan ke Ja'fariyah, maka akan terjadi kesalahfahaman, dan itu merupakan bentuk penzaliman atas salah satu kelompok itu.

Kita tidak bisa memungkiri bahwa ada Syiah yang sesat. Bahkan tidak dapat dimungkiri bahwa ada kelompok Syiah yang menyesatkan kelompok Syiah yang lain. Salah satu keluhan kita terhadap kecaman-kecaman atas Syiah adalah adanya kebiasaan mengutip pendapat suatu kelompok dan menganggapnya bahwa itu sama dengan pendapat kelompok lain dan atas dasar itulah kelompok lain disesatkan. Ini bentuk ketidakfahaman.

Penulis melihat di sisi Sunnah pun begitu. Semua sepakat bahwa perilaku gampang mengkafirkan adalah perilaku yang tidak terpuji. Dan "jangan mengkafirkan" adalah ajaran Sunnah. Imam Ghazali misalnya berkata: "kalau seandainya Anda mendengar kalimat mengkafirkan suatu kelompok yang diucapkan oleh seseorang, yang 99 persen di antaranya menunjukkan bahwa yang bersangkutan benar-benar kafir, ketahuilah masih ada 1 persen yang memungkinkannya dinilai beriman, maka jangan kafirkan dia." Membiarkan hidup seribu orang yang kafir, kesalahannya lebih ringan daripada membunuh karier seorang Muslim. Namun sayangnya, ini tidak diketahui oleh banyak orang.

Ketidaktahuan atau ketidakmengertian satu pihak atas dirinya dan pihak lain, mengakibatkan terjadinya cekcok.

Kedua, menuju kebersatuan umat Islam. Fakta sejarah manusia menunjukkan adanya berbagai perkembangan pemikiran. Pemikiran apa pun, termasuk keagamaan, dipengaruhi oleh banyak faktor. Bermacam-macam faktor itu bisa berupa perkembangan ilmu, kemaslahatan, kecenderungan seseorang, dan sebagainya. Pada semua mazhab pasti terjadi perubahan-perubahan menyangkut pendapat-pendapat mazhabnya, sedikit ataupun banyak. Pendapat Imam Syafi'i, jangankan oleh orang lain, oleh perkembangan dirinya sendiri pun tatkala di Irak dan di Mesir, mengalami perkembangan. Artinya, pendapat beliau ketika masih di Irak sudah berubah atau berkembang dibanding saat beliau sudah berada di Mesir. Begitu pun terjadi pada faham salaf. Banyak Salafiyah sekarang ini yang sudah berbeda pandangannya dengan pendapat Imam Ahmad ibn Hanbal. Sekali lagi, ada perkembangan.

Kemaslahatan umat telah menjadi topik penting saat ini. Topik yang menggugah banyak tokoh Muslim untuk berpikir tentang pentingnya upaya baru dalam mendekatkan umat Islam dari berbagai latar mazhab. Kemaslahatan umat Islam telah mengantar sebagian tokoh-tokohnya untuk melakukan pendekatan-pendekatan pemikiran dan pertimbangan-pertimbangan baru. Kalau tidak demikian, maka dapat disamakan dengan orang yang terlambat lahir. Buku saya yang berjudul Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan: Mungkinkah! telah dibantah oleh suatu pesantren. Jika saya bereaksi dengan membantahnya lagi, saya merasa terlambat lahir. Bantahan yang dikemukakan itu masih merujuk kepada pendapat-pendapat lama yang sudah tak relevan lagi. Topik-topiknya tidak lagi kontekstual dengan kebutuhan umat saat ini.

Mungkin akan lain halnya jika sumber-sumber rujukannya ialah ulama-ulama yang sudah akrab dengan proses kontekstualisasi pemikiran keislaman dalam konteks tantangan baru dan perkembangan zaman. Beberapa ulama Syiah memberi penjelasan bahwasanya juga telah terjadi perkembangan pendapat-pendapat para ulama tentang ajaran mazhab ini. Salah satu contohnya adalah tulisan Imam Khomeini menyangkut taqiyyah. Pendapatnya sudah sangat berbeda. Demikian juga pendapat tentang izin mengangkat senjata terhadap penguasa. Dahulu, tidak ada izin itu hingga hadirnya imam (Mahdi, yang dipercayai sedang gaib), tetapi sekarang sudah ada perkembangan. Hal-hal ini menunjukkan bahwa jika pendapat suatu mazhab hanya merujuk pada sumber-sumber lama tanpa mempertimbangkan perkembangannya yang lebih mutakhir, maka muncullah salah faham.

Ketiga, pendapat ulama, cendekiawan, berbeda dengan pendapat orang awam. Syaikh Abdul Halim Mahmud dalam bukunya At-Tafkir Al-Falsafi fi Al-Islam mengatakan: "Kita tidak bisa menilai orang-orang Prancis dan pemikiran-pemikirannya dengan memperhatikan orang-orang di desa-desa Prancis yang bodoh." Demikian juga beliau nyatakan bahwa orang Mesir tidak bisa digambarkan hanya dengan pemikiran orang-orang Mesir yang masih telanjang kaki, padahal ada cendekiawannya yang begitu hebat pemikiran-pemikirannya.

Sering suatu kelompok dinilai tidak dari ulamanya, baik Sunni menilai Syiah maupun Syiah menilai Sunni. Tidak mungkin ada kesefahaman jika demikian halnya. Rujukan terbaik adalah ulama yang muktabar dan diakui, bukan seseorang atau kelompok apa pun namanya, apalagi yang sebenarnya tidak diakui sebagai ulama. Bukan hanya di kalangan Syiah, di kalangan Sunni pun banyak. Sebagai contoh, yang saya pelajari di Sunni, tentang pendapat para ulama hadis menyangkut kualifikasi Imam Ghazali dalam bidang hadis. Menurut pendapat Imam Jalaluddin Suyuti, seperti dikutip Syaikh Muhammad Rasyid Ridha, "(Kualifikasi Al-Ghazali) itu laksana pengumpul kayu di malam hari." Artinya, Imam Ghazali dianggap mencampurbaurkan hadis-hadis sahih dan lemah. Hal seperti ini bisa terjadi, apalagi pada zaman seperti sekarang ini.

Seorang penulis besar di Mesir, almarhum Abdul Qadir Audah menyatakan tentang problem umat Islam dengan ungkapan "Al-Islam baina Jahli Abnaihi wa ‘Ajzi Ulama'ihi", Islam berada di antara kebodohan umatnya dan ketidakmampuan ulamanya. Ketika ada sebagian anggapan orang bahwa Pak Quraish itu Syiah, saya tegas membantahnya. Penolakan saya disebut Syiah bukan karena ikut pendapat bahwa Syiah itu sesat, tetapi karena saya tahu siapa yang dimaksud Syiah, saya sangat memfahami siapa yang pantas disebut Syiah.

Syaikh Abdul Halim Mahmud, guru saya, dan saya akrab dengan beliau, berkata: "Jangan beranggapan bahwa seorang yang berpendapat bahwa Sayyidina Ali ibn Abu Thalib lebih utama daripada Sayyidina Abu Bakar atau Utsman itu Syiah." Karena, seperti ditulis Syaikh Abdul Halim Mahmud, sejarah menunjukkan ada kelompok Mu'tazilah Bashrah yang bahkan memusuhi Syiah, tetapi menganggap Sayyidina Ali lebih afdhal daripada Sayyidina Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Dan ini beda dengan Mu'tazilah di Baghdad.

Pernah terjadi dialog ulama dari berbagai mazhab. Imam Abu Hanifah berkata, "Yang tidak shalat, kafir."

Lalu Imam Syafi'i berkata, "Tidak, dia tidak kafir," lalu bertanya, "Bagaimana caranya orang yang tidak shalat yang Anda katakan sebagai kafir tersebut agar dapat masuk Islam kembali?" Jawab Imam Abu Hanifah, "Dia ucapkan dua kalimat syahadat." Lalu, Imam Syafi'i menyanggahnya dengan mengatakan bahwa dia tidak pernah meninggalkan dua kalimat syahadat. Sehingga menjadi aneh kalau mengucapkan dua kalimat syahadat harus menjadi syarat agar dirinya dapat kembali menjadi Islam. "Jadi, dia tidak kafir, dia adalah Muslim yang berdosa," lanjut Imam Syafi'i.

Semua yang mengaku Muslim merujuk ke Al-Quran, bahkan tidak jarang orang non-Muslim pun bersikap demikian tatkala menghadapi umat Islam. Semua Muslim merujuk kepada Al-Quran, namun justru salah satu penyebab perbedaan di antara umat Islam adalah Al-Quran. Artinya, yang menjadi perbedaan adalah Al-Quran. Imam Syafi'i merujuk kepada Al-Quran, demikian juga dengan Imam Abu Hanifah, Imam Ja'far, dan Imam Zaid. Perbedaan terjadi karena hanya sedikit kesimpulan-kesimpulan yang benar-benar diambil dari Al-Quran dan Sunnah.

Perbedaan terjadi tatkala sudah memasuki wilayah penafsiran. Tangan yang dimaksud dalam kalimat "Yadullâhi fawqa aidîhim" itu hakiki atau majazi? Ada tangan Tuhan, tapi beda dengan makhluk. Ini metafora. Ini menyebabkan perbedaan. Kata "masaha" secara bahasa, apa artinya? Ini menimbulkan juga perbedaan dalam fiqih wudhu. Apakah berarti mengusap (masaha), atau bertinggi (saha), ini sudah beda juga. Ada juga persoalan i'rab. "Wamsahû bi ru‘ûsikum wa arjulikum", atau arjulâkum? Keduanya merujuk kepada Al-Quran. Yang satu berarti kaki diusap, yang satu lagi dibasuh.

Dapat tidaknya seorang musafir berpuasa juga menimbulkan perbedaan. Syiah menyatakan tidak boleh, Sunni membolehkan. Keduanya merujuk Al- Quran dan Sunnah. "Fa man kâna minkum marîdhan aw ‘alâ safarin fa'iddatun min ayyâmin ukhar." Sunni, karena mengikuti hadis, memfahaminya sebagai "Man kâna minkum marîdhan aw ‘alâ safarin (walam yashum)." Semua merujuk pada kemungkinan-kemungkinan yang berbeda-beda, yang masing-masingnya tidak dapat dimutlakkan.

Hadis juga demikian. Ada perawi Bukhari yang dianggap tidak cukup kuat oleh Imam Muslim. Demikian pula di Syiah, Kitab Hadis Al-Kâfi tidak dianggap semua mutlak sahih. Sebagaimana di Sunni. Jangankan yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dalam Shahîh Muslim pun ada yang tidak sahih menurut sementara ulama Sunni.

Hal terpenting dalam upaya menuju kesefahaman ini adalah kebersatuan dalam akidah. Ini pun rumusannya tidak harus seragam atau sama persis. Yang terpenting adalah kesamaan kandungan dan substansinya. Syaikh Muhammad Abduh berkata bahwa Rukun Iman itu yang terpenting ada dua, yakni percaya kepada Allah dan Hari Kemudian. Perinciannya, menurut beliau, bahwa uraian tentang Hari Kemudian tak dapat diterima oleh akal kecuali melalui utusan Allah (Rasul), sehingga kita pun perlu beriman kepada Rasul. Rasul tak mungkin mengungkapkan itu melalui nalarnya sendiri, melainkan menerimanya dari malaikat. Maka iman kepada malaikat adalah hal yang sangat penting. Jadilah rumusan Rukun Iman berkembang dari situ.

Umat ini seyogianya tidak terikat dengan rumusan, tetapi kandungan yang dirumuskan itu. Ini baru dapat menciptakan pintu ke arah kesefahaman dengan baik. Lain halnya jika yang dipaksakan adalah sefaham atas redaksi rumusan secara persis, dan itu tidak mungkin. Andaikata kesefahaman itu sudah dan terjadi, maka segalanya akan menjadi mudah. Apalagi kalau yang dirujuk adalah pendapat ulama tepercaya yang ada sekarang, baik Syiah maupun Sunni. Hal ini tentu akan menambah kuat prospek terwujudnya kesefahaman umat Islam, dan selanjutnya kerukunan yang dikehendaki bersama, sesuai perintah Allah Swt.

Itu sebabnya semua konferensi atau pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh berbagai ulama, telah menghasilkan kesepakatan-kesepakatan.

Sejak tahun 1961 di Mesir sudah terbit Mausu'ah Jamâl Abdul Nashir Al-Faqqiya (yakni judul ketika pertama kali terbit) yang di dalamnya tercakup 8 mazhab. Yakni, empat Mazhab Sunni yang terkenal: Hanafi, Hanbali, Syafi'i, dan Maliki, kemudian Syiah Ja'fariyah, Al-‘Ibadiyah, dan Az-Zhahiriyah. Ada juga kesepakatan di Turki, Arab Saudi, Qathar. Jadi, ada fakta bahwa sudah lama umat Islam mudah menemukan kesepakatan-kesepakatan. Maka kita semua sepantasnya merujuk ke sana, kemudian kesemuanya itu harus bisa dijelaskan kepada masyarakat, terutama orang awam. Jika ulamanya menjalankan fungsinya dengan benar. Namun, jika ulamanya yang gagal, di antaranya karena ikut serta mengembus-embuskan permusuhan, maka kesefahaman dan persatuan akan gagal pula.

Sejatinya kita adalah saudara dan tidak perlu saling menimbulkan ketegangan. Surga terlalu luas sehingga tidak perlu memonopolinya hanya untuk diri sendiri. Wallahu a'lam bishshawab.

sumber : irib

Nasrin Soltankhah: Orang Sukses Mempersembahkan Karyanya Demi Negara

AnNajah-Salah satu wanita Iran yang berprestasi membanggakan adalah Nasrin Soltankhah. Lahir di Tehran pada tahun 1961, Nasrin berhasil menyelesaikan studi di jurusan Matematika Universitas Sanaati Sharif pada tahun 1986 dengan nilai tertinggi. Awalnya dia memulai pendidikan di jurusan teknis elektro. Tapi kecenderungannya yang kuat kepada masalah matematika mengubah jalan studinya. Berbekal prestasinya itu, dia memperoleh bea siswa untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri. Namun kondisi Iran saat itu yang sedang dalam peperangan melawan pasukan agresor Baath pimpinan Saddam Hossein membuatnya memilih untuk melanjutkan studi di dalam negeri. Pasalnya, Nasrin memiliki anak yang masih bayi sementara sang suami ikut berada di medan perang.
 
Jenjang pendidikan strata II di jurusan matematika berhasil diselesaikannya di Universitas Saanati Sharif dalam waktu yang relatif singkat.  Jenjang studi tingkat doktoral juga diikuti di perguruan tinggi yang sama. Tahun 1994 dia lulus dengan disertasi yang dinobatkan sebagai karya terbaik dalam festival matematika. Nasrin Soltankhah beberapa terpilih sebagai peneliti terbaik di kampusnya. Sejak terdaftar sebagai mahasiswa doktoral, Nasrin sudah mulai mengajar. Setelah lulus, dia ditetapkan sebagai salah seorang anggota dewan keilmuan di universitas al-Zahra dan resmi berprofesi sebagai dosen di perguruan tinggi itu.
 
Soltankhah telah membukukan banyak karya penelitian ilmiah dan sejumlah makalah di bidang matematika. Sampai saat ini 36 makalahnya terbit di buletin ilmiah kenamaan. Dia juga berhasil merampungkan 11 riset ilmiah. Soltankhah mengirimkan sedikitnya 18 makalah ilmiah ke konferensi dalam dan luar negeri.
 
Di bidang politik Soltankhah juga berperan aktif sampai terpilih sebagai salah satu wakil Presiden. Tahun 2003 dia dipercaya warga Tehran untuk menjadi anggota Dewan Kota Tehran. Selama empat tahun masa tugas di dewan ini Soltankhah masuk ke jajaran dewan pimpinan. Dua tahun setelahnya dia diangkat menjadi penasehat Presiden dan Ketua Kantor Urusan Perempuan dan Keluarga yang berada di bawah kantor kepresidenan Iran. Tahun 2008 dia dipercaya mengetuai Lembaga Elit Nasional. Setahun berikutnya, Presiden Iran waktu itu, Ahmadinejad mengangkatnya menjadi Wakil Presiden Urusan Sains dan Teknologi.
 
Saat ditanya tentang siapakah orang yang berhak disebut sukses, Nasrin Soltankhah menjawab, "Orang yang sukses adalah orang  bisa mempersembahkan semua yang ia dapatkan dalam kehidupan ini untuk bangsa dan negaranya. Dengan demikian, hati, jiwa dan ruhnya akan tenang. Tentunya untuk meraih sukses, kita semua berkewajiban mengaktualkan semua potensi pemberian Allah dan mengembangkan yang dianugerahkan kepada kita dengan baik."
 
Soltankhah mengenai peran keluarga dalam keberhasilannya mengatakan, "Peran keluarga sangat penting. Dalam masa pendidikan, ayahku punya peran besar dalam membimbing dan mengarahkanku. Memang sebagian besar jenjang pendidikan kulalui setelah pernikahan dan dengan memangku anak. Saat itu, suamiku selalu membantu dan mendukungku. Karena aku selalu katakan bahwa suamiku punya andil yang sangat besar dalam menopang keberhasilanku. Tapi aku meyakini satu hal, bahwa orang yang punya tekad kuat akan bisa mengatasi semua kendala yang ada di hadapannya dan mengubah kesulitan menjadi kesempatan."
 
Berbicara tentang keseimbangan tugas di rumah dan di luar rumah, Soltankhah menjelaskan, "Pada prinsipnya perempuan adalah manusia yang dalam kemanusiaannya tidak berbeda sama sekali dengan kaum laki-laki. Dia dianugerahi potensi dan berbagai bakat oleh Allah yang harus dikembangkan dan diaktualisasikan untuk mencapai tujuan penciptaan. Selanjutnya, perempuan adalah istri bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya. Dalam perannya ini perempuan bisa menjadi poros keluarga. Bisa dikatakan bahwa perempuan adalah tiang penyangga keluarga. Di rumah, semuanya berporos pada perempuan. Bahkan secara prinsipnya keluarga menemukan makna ketika ada perempuan. Perempuan adalah sumber kasih sayang dan pengorbanan. Berkat perempuan nilai spiritual yang tinggi pada suami dan anak-anak akan tertata dan tertanam untuk selanjutnya berkembang di tengah masyarakat."
 
Untuk peran ibu, Soltankhah punya perhatian yang khusus. Dia mengatakan, "Jika Anda menyerahkan anak kepada pengasuh, yang Anda tuntut adalah pengasuh itu harus memikirkan ketenangan dan kedamaian anak Anda. Dia harus pandai berbicara, membuatnya nyaman dan berusaha menarik perhatiannya. Sementara, ketika anak melihat ibunya dia akan langsung berlari ke pelukan sang ibu. Padahal ibu tak pernah berusaha menarik perhatian anak. Itu terjadi karena pandangan dan perlakuan ibu penuh kasih sayang. Itulah yang membuat anak merasa nyaman. Suami pun memerlukan perhatian dan kasih sayang seperti itu. Dia memerlukan dorongan dan dukungan dari seorang istri."
 
Meski memegang berbagai jabatan penting dan aktif di sejumlah forum ilmiah, Soltankhah tak pernah mengabaikan tugasnya sebagai istri dan ibu dalam keluarga. Menurutnya, ibu adalah guru pertama dan terbaik di dunia. Sebab, anak menemukan pendidikan pertama yang membentuk dirinya di dalam keluarga. Kita semua, katanya, harus belajar menjadi manusia-manusia pemaaf yang selalu rela berkorban dan penuh kasih sayang. Semua itu kita pelajari di lingkungan keluarga. Apalagi, Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Khamenei menyebut keluarga tak ubahnya bagai sel induk bagi sebuah masyarakat. Jika sel-sel ini baik, maka akan tercipta masyarakat yang baik.
 
Soltankhah hidup di lingkungan keluarga yang tenggelam dalam aktivitas ilmu dan budaya. Suaminya adalah anggota Dewan Sains di kampus yang mengantongi doktoral teknik elektro. Ketiga anak mereka juga mengikuti jejak keilmuan ayah dan ibu. Putra tertua Soltankhah duduk di bangku kuliah jenjang doktoral. Sementara anak kedua sedang menyelesaikan studi strata II bidang teknik elektro. Putri mereka, yang merpakan anak ketiga duduk di bangku sekolah menengah atas.
 
Tentang keluarga, Soltankhah mengatakan, "Dalam keluarga, semakin tumbuh besar anak-anak harus semakin belajar mengenal tugas dan tanggung jawab mereka dengan toleransi antara mereka. Semua harus bekerjasama, dan jangan sampai ada kesewenang-wenangan." Soltankhah mengingatkan, asas terpenting dalam bekerja dan menjalankan tugas adalah kepandaian dalam mengatur waktu. Jika waktu diatur dengan baik, maka semua pekerjaan akan bisa dilaksanakan.
 
Menurut wanita teladan ini, jilbab ibarat benteng kokoh yang melindungi perempuan. Katanya, "Jilbab adalah pakaian khas kaum wanita. Dengan mengenakan pakaian yang ibarat benteng ini, dia akan lebih leluasa dalam beraktivitas di tengah masyarakat. Dengan memakai jilbab, perempuan seakan memberi pesan kepada kaum pria bahwa aku adalah perempuan bukan orang yang bisa diperalat. Perlakukan aku sebagai manusia." Soltankhah menambahkan, dengan memakai jilbab perempuan sudah memperjelas posisinya di tengah masyarakat.

sumber : irib

Mendagri Jerman Protes Spionase Amerika Serikat

AnNajah-Menteri Dalam Negeri Jerman, Thomas de Maiziere memprotes aktivitas spionase rahasia Dinas Keamanan Nasional AS (NSA) dan menilainya terlalu berlebih-lebihan. Mendagri Jerman kembali meminta penjelasan Washington dalam masalah tersebut.

Berbicara di Konferensi Keamanan Munich ke 50, mendagri Jerman mengatakan, "Apa yang terjadi merugikan kepentingan Jerman...Aktivitas spionase ini sangat luar...Dan penjelasan yang diminta Jerman pun belum memuaskan."

Mendagri Jerman seraya menyatakan rasa pesimisnya terkait tercapainya kesepakatan pelarangan spionase kembali oleh AS menandaskan, "Sampai kini belum jelas siapa yang harus menyelesaikan isu spionase ini dan mengawasinya."

Konferensi Keamanan Munich digelar sejak 31 Januari dan diikuti lebih dari 350 petinggi dunia serta tokoh berpengeruh di bidang keamanan internasional. Konferensi ini akan terus berlanjut hingga Ahad (2/2).

Selain itu, 20 presiden dan perdana menteri serta lebih dari 50 mennlu serta menhan dan 10 petinggi dunia menghadiri konferensi keamanan tahunan yang digelar di kota Munich, Jerman.

Hubungan timbal balik Samudera Atlantik yang kian renggang menyusul terbongkarnya skandal spionase Amerika, krisis Suriah, program nuklir Iran, krisis di Ukraina, proses perdamaian Timur Tengah, stabilitas keamanan kawasan Asia, termasuk sejumlah isu penting yang menjadi agenda Konferensi Keamanan Munich kali ini.

sumber : irib

Soal Konflik Suriah, Turki Mulai Rangkul Iran

AnNajah-Presiden Turki Abdullah Gul menyerukan kerjasama antara Ankara dan Tehran untuk membantu mengakhiri hampir tiga tahun krisis di Suriah.

Berbicara kepada wartawan di Ankara, Sabtu (1/2), Gul mengatakan dari perspektif Iran, ada banyak peluang positif untuk menyelesaikan konflik Suriah, dan ia menekankan perlunya kerjasama Ankara-Tehran terkait Suriah.

"Kerjasama bersahabat Turki dan Iran akan mempersiapkan ruang untuk mengajukan proposal mengenai krisis Suriah kepada masyarakat internasional yang bisa menjadi pertimbangan," ujar Gul.

Ketika diminta komentar tentang masalah nuklir Iran, Gul menuturkan era baru telah dimulai dalam kasus nuklir Iran dan ia menyambut resolusi damai untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Menurutnya, Barat – dengan melibatkan Iran dalam perundingan – akan meningkatkan potensi untuk memecahkan masalah secara diplomatis dan mencapai perdamaian dunia.

Suriah telah dilanda kekerasan mematikan sejak tahun 2011. Menurut sejumlah laporan, kekuatan-kekuatan Barat dan sekutu regional mereka - terutama Qatar, Arab Saudi dan Turki - mendukung militan yang beroperasi di wilayah Suriah.

sumber : IRIB

Presiden SBY Minta Warga Sinabung Bersabar

AnNajah-Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta warga Sinabung, Sumatera Utara, untuk bersabar dan tidak kembali ke desa mereka sebelum situasi dinyatakan aman sepenuhnya.

Imbauan itu disampaikan oleh Presiden Yudhoyono melalui akun jejaring twitternya @SBYudhoyono, Minggu pagi, pascajatuhnya 14 korban jiwa akibat awan panas Gunung Sinabung.

"Saya sedih, karena sudah saya ingatkan untak tetap di penampungan, bersabar dan jangan kembali ke desanya jika belum aman," kata Presiden.

Ia mengatakan telah menelpon Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk mengambil langkah-langkah cepat dan tepat guna memastikan musibah dapat dicegah.

"Bagi rakyat, patuhi petugas, hindari zona bahaya. Erupsi bisa terjadi setiap waktu. Selalu waspada dan antisipasi kemungkinan terburuk," ujarnya.

Kepala Negara juga mengajak untuk mendoakan warga Sinabung yang menjadi korban.

 "Mari tundukkan kepala bagi 14 korban tewas awan panas Gunung Sinabung. Dari Tuhan kita berasal, kepada-Nya lah kita kembali."

Sementara itu Data yang diperoleh dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tercatat 14 tewas dan tiga orang mengalami luka bakar akibat awan panas erupsi Gunung Sinabung.

Ke-14 korban tewas, yakni Alexander Sembiring, Daud Surbakti, Dipa Nusantara, dan David yang merupakan pelajar, kemudian Mahal Sembiring guru honorer SD di Desa Gurukinayan, Teken Sembiring serta Santun Siregar (mahasiswa).

Kemudian, Fitriani Boru Napitupulu, Asran Lubis, dan Marudut Barisan Sihite (mahasiswa), Rizal Sahputra (wartawan Jurnal Sumut), Daniel Siagian (mahasiswa), Julpiandi Mori (mahasiswa), dan Tomas Lakae.

Sedangkan korban luka-luka akibat awan panas ada tiga orang, yakni Sehat Sembiring (48) dan anaknya Surya Sembiring (21) warga Kabanjahe yang akan ziarah ke Desa Sukameriah atau di posisi 2,7 km dari kawah Gunung Sinabung.

Satu lagi Doni Milala (60) warga Desa Sukameriah yang sedang melihat kondisi rumahnya yang sudah lama ditinggal mengungsi.

Seluruh korban yang tewas dan luka-luka tersebut terkena semburan awan panas di Desa Sukameriah yang berada pada radius 3 Km dari Gunung Sinabung.

Sebelumnya, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi meningkatkan status Gunung Sinabung dari level "Siaga" menjadi "Awas" terhitung mulai Minggu, (24/11) sekitar pukul 10.00 WIB.

Status Awas tersebut berpotensi menyebabkan semakin meluasnya lontaran material berukuran 3-4 cm yang jaraknya diperkirakan mampu mencapai 4 km sehingga masyarakat yang bermukim dalam radius 5 Km dari kawah Gunung Sinabung direkomendasikan untuk diungsikan.

sumber : IRIB

Militer Suriah Tingkatkan Operasi di al-Qalamoun

AnNajah-Militer Suriah telah mengintensifkan operasi mereka untuk membersihkan tempat persembunyian militan yang disponsori asing di lahan pertanian Rima di wilayah strategis al-Qalamoun dekat Damaskus, ibukota negara Arab itu.

Pasukan Suriah pada Sabtu (1/2) melancarkan serangan baru untuk memukul mundur militan yang berusaha mengontrol jalan raya penting di al-Qalamoun selama beberapa pekan.

Bentrokan sengit terjadi antara tentara Suriah dan kelompok militan di pertanian Rima dekat jalan raya yang menghubungkan Damaskus dengan barat kota Homs.

Tentara Suriah jugamelanjutkan operasi mereka dikota Yabrud di al-Qalamoun, di mana wilayah itu menjadi basis beberapa kelompok militan yang paling berbahaya.

"Misi kami adalah untuk membersihkan pertanian Rima dari teroris, kami memantau gerakan mereka dan menyerang mereka," kata seorang komandan militer Suriah kepada Press TV.

Setelah operasi militer yang sukses baru-baru ini di Qalamoun, tentara Suriah berhasil mengendalikan sepertiga daerah yang membentang antara jalan raya dan kota Yabrud.

Para militan secara rutin berusaha memblokir jalan raya yang merupakan gerbang Damaskus untuk semua kota di Suriah tengah dan utara.

Namun, unit-unit militer Suriah telah menggagalkan upaya tersebut dan memastikan rute tersebut tetap aman.

Sementara itu, sejumlah militan tewas di wilayah ituselama operasi militer di kota Rankus dan Yabrud.

"Operasi militer terus berlanjut di pertanian ini (Rima). Sebagian besar militan adalah warga asing. Kami membunuh banyak dari mereka, " kata seorang kolonel militer kepada Press TV.

sumber : IRIB

PKS Tentukan Tiga Kandidat Capres

AnNajah-Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) melalui rapat musyawarah ke-11, akhirnya menentukan tiga kandidat calon presiden 2014. Mereka adalah Hidayat Nur Wahid, Anis Matta, dan Ahmad Heryawan atau Aher.
 
"Menetapkan tiga nama sebagai kandidat capres dari PKS, satu Muhammad Hidayat Nur Wahid, dua saudara Muhammad Anis Matta, tiga saudara Ahmad Heryawan," ujar Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin di Kantor DPP PKS, Jakarta, Minggu (2/2/2014) dini hari.
 
Ketiga nama tersebut nantinya akan menjalani uji publik untuk melihat penilaian masyarakat. Setelah itu, PKS akan menentukan satu orang kandidat yang diusung pada Pilpres 2014.
 
"Akan dilakukan uji publik terhadap para calon presiden untuk menguji dukungan publik kepada masing-masing kandidat," terang Hilmi.
 
Majelis Syuro juga memutuskan agar Lembaga Penyiapan dan Penokohan Kader (LPPK) PKS membentuk tim pendamping bagi masing-masing kandidat capres. Selain itu menurut Hilmi, ketiganya adalah kader terbaik PKS. Keputusan Majelis Syuro PKS ini pun berdasarkan hasil Pemilihan Raya (Pemira) PKS.
 
"Ini kader-kader terbaik kita. Sudah tentu ketika kita memilih, menyadari penentu utama setelah Allah SWT itu adalah bangsa Indonesia. Kami mempersilakan bangsa Indonesia untuk menilai inilah kader-kader terbaik PKS," ujarnya.
 
Adapun, Pemira PKS dilakukan pada akhir November 2013 lalu oleh masing-masing Dewan Pimpinan Wilayah di 33 provinsi. Dalam pemira, Hidayat Nur Wahid unggul dukungan sebagai bakal capres.
 
Perolehan suara Hidayat mengalahkan empat kandidat kuat lainnya, yakni Anis Matta, Aher, Tifatul Sembiring, dan Nur Mahmudi Ismail. Hidayat memperoleh 18,34 persen suara, Anis Matta 17,46 persen, Ahmad Heryawan 16,69 persen, Tifatul 11,5 persen, dan Nur Mahmudi 7,41 persen.

sumber : irib

Sidney Jones: Teroris Incar Syiah Indonesia



AnNajah- Indonesia menciptakan kekhawatiran tersendiri bagi peneliti terorisme di Asia Tenggara, Sidney Jones. Penasihat senior International Crisis Group (ICG) di Indonesia ini mengungkapkan bahwa jika hal ini terus dibiarkan, Muslim Syiah Indonesia bukan tak mungkin akan menjadi target baru terorisme.

Makin masifnya gerakan anti-Syiah di
Dalam wawancara dengan wartawan Media ABI, Sidney Jones menengarai konflik Suriah yang dipersepsi oleh kelompok teroris sebagai konflik Sunni-Syiah –meski sudah jelas Basshar sendiri bukan Syiah– bisa mengubah peta terorisme di Indonesia. “Saya khawatir konflik Suriah yang ditafsirkan di sini sebagai konflik Sunni-Syiah (oleh kelompok radikal). Bisa saja terjadi target Syiah akan naik dalam kalkulasi para teroris di Indonesia,” terang dia.
Hal lain yang juga dikhawatirkannya adalah upaya kelompok radikal mengirimkan warga Indonesia ke Suriah untuk membantu pemberontak di negara itu. “Ini artinya, akan ada generasi teroris yang akan kembali ke Indonesia. Mungkin seperti alumni Afghanistan dulu yang ternyata bisa mengubah pola terorisme di Indonesia.”
Lebih lanjut dia menambahkan, “Mereka akan bisa melakukan aksi yang jauh lebih dahsyat terhadap kelompok-kelompok ini (Syiah).”
“Pernah ada satu perencanaan aksi terorisme terhadap Syiah di Indonesia yang dipimpin oleh Abu Umar. Saat mereka ditangkap, mereka sudah membuat survei beberapa lembaga Syiah di Jakarta. Sejak saat itu muncul daftar 77 lembaga Syiah yang kemudian tersebar melalui facebook dan baru-baru ini dimuat di situs voaislam.com. Ini bisa mendorong kelompok-kelompok jihadi untuk menyerang Syiah,” tambahnya.
Saat ditanya mengapa tiba-tiba saja muncul fenomena propaganda masif kebencian terhadap Syiah ini, Sidney sendiri merasa heran. Ia mengaku sebelumnya tak pernah memikirkan bahwa Syiah akan menjadi target terorisme di Indonesia. “Saya tidak tahu. Tetapi saya kira tidak dari rasa kebencian masyarakat Indonesia sendiri. Karena masyarakat Indonesia adalah orang-orang yang sudah berabad-abad hidup rukun dan bertoleransi terhadap Syiah.”
Jika bukan asli dari masyarakat Indonesia yang memang selama berabad-abad tercatat hidup damai bersama Syiah, lalu dari manakah propaganda masif yang tiba-tiba saja muncul mengobarkan kebencian sektarian terhadap Syiah ini? 

Surat Pegowes Syiah Sampang Untuk Pak SBY



AnNajah-Bapak Presiden SBY Yang Terhormat,
Masih ingatkah dengan kami, Pak? Kami para pengungsi Syiah Sampang yang pernah dengan baik hati diterima Pak SBY di kediaman Pak SBY di Cikeas saat bulan Ramadan yang mulia pada bulan Juli 2013. Sebelumnya kamilah 10 orang perwakilan pengungsi yang jadi pegowes dari Surabaya ke Jakarta selama 16 hari lamanya semata-mata untuk bertemu Pak SBY.
Apakah Pak SBY sehat selalu? Semoga Pak SBY sehat selalu beserta keluarga. Kami pengungsi yang sudah hampir 18 bulan di pengungsian dalam keadaan baik-baik saja. Walau ada saja yang sakit dan lemah, anak-anak sering tidak bisa sekolah karena harus ditutup sementara. Tapi Insya Allah kami  selalu tabah dan bertawakal kepada Allah Swt sebagaimana nasihat Pak SBY.
Kami selalu memegang nasihat Pak SBY saat bertemu di Cikeas agar jangan mendengar siapa-siapa kecuali Pak SBY untuk menyelesaikan kasus kami dan membawa kami kembali pulang ke kampung halaman. Tak henti-hentinya kami berdoa untuk kesehatan Pak SBY agar selalu punya waktu  mengurus orang-orang terzalimi seperti kami. Surat ini kami kirimkan kepada Pak SBY karena kami terus terang semakin lelah menanti. Kami bingung apakah sebenarnya Pak SBY masih ingat dengan kami dan nasib kami.
Ketika kami dipilih sebagai tim pegowes, kami senang sekali meskipun ada yang sudah tua untuk mengayuh sepeda tapi kami senang dan semangat karena ini perjuangan demi teman-teman sependeritaan, sehingga kami tetap semangat mulai dari berangkat sampai ketemu Pak SBY. Meskipun panas, hujan, lelah mengganggu di jalan, kami tetap jalan, kami tetap semangat, hingga akhirnya Pak SBY mau menemui kami setelah beberapa hari kami mengelilingi istananya dengan sepeda ontel, termasuk senang kami ketika SBY mau menemui kami, dan ketika mendengarkan cerita dan janji dari SBY hati kami merasa sangat puas, karena kami kira janji SBY ini akan nyata dengan perbuatannya.
Kalau kami pribadi jujur sangat senang bertemu dengan Pak SBY, karena janji Pak SBY waktu itu kan positif. Waktu itu Pak SBY janji akan ke Jawa Timur dan semua rumah akan dibangun kembali sebelum akhir tahun, tapi sampai sekarang belum ada buktinya. Ya, kalau awalnya hati kami senang sekali mendengar janji dari Pak SBY karena ini bapaknya orang se-Indonesia telah janji mau menyelesaikan masalah kami, bahkan Pak SBY janji akan membangun rumah orang-orang kampung bukan hanya milik orang Syiah dan jalan akan diperbaiki, dan sekolahan juga akan dibangun. Pak SBY juga bilang Syiah-Sunni itu sama-sama Islam. Kalau ingat kembali dari kata-kata Pak SBY sungguh sangat positif apalagi Pak SBY sempat mengeluarkan air mata. Kami langsung berharap kepada Pak SBY, karena siapa lagi yang bisa menyelesaikan masalah ini.
Pak SBY yang baik, kami bersepeda ontel dari Surabaya menuju jakarta dengat tujuan dan harapan besar terhadap Pak SBY yang kami anggap seorang bapak yang bisa mengadilkan dan merangkul anak-anaknya. Ketika kami menceritakan kondisi pengungsi Pak SBY saat itu menangis. Mungkin Pak SBY tidak tega. Kami pun terharu sekali. Setelah itu kami tak lupa, Pak SBY juga berkirim salam ke pengungsi. Melihat itu semua kami sangat senang sekali, karena Pak SBY terlihat sangat serius bakal menyelesaikan masalah ini.
Saat di Cikeas, Pak SBY berjanji akan segera menyelesaikan kasus Syiah Sampang dan akan segera memulangkan pengungsi sebelum tahun 2014 bahkan sebelum lebaran, karena saat Pak SBY bertanya pada kami “Kapan kalian mau pulang?” Ust Iklil bilang “Pengennya kami lebaran di kampung halaman” terus Pak SBY bilang “Iya Insya Allah kami usahakan akan pulangkan  sebelum lebaran, kami akan ke Jawa Timur untuk mengatur permasalahan-permasalahan  yang ada di Jawa Timur dan melihat langsung situasi di sana, dan kami akan tetap usaha”.
Tapi sampai sekarang belum ada yang terbukti janjinya, bahkan ketika Pak SBY ke Jatim untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada di Jatim, mengapa Pak SBY malah menyerahkan penyelesaian kasus ini ke pemerintah daerah? Lupakah Pak SBY ketika mewanti-wanti kami agar jangan mendengar siapa-siapa, cukup Pak SBY saja yang didengar untuk akan menyelesaikan masalah kami? Kami sedih karena Pak SBY mampir kepengungsian saja tidak, kami cuma dilewati. Tapi sudahlah, sampai sekarang kami masih tetap menunggu janjinya Pak SBY, kami masih berharap kepada Pak SBY dan tak pernah kehilangan keyakinan kepada Allah Swt dan keadilanNYA.
Pak SBY juga masih ingat kan saat bilang sangat prihatin atas derita yang menimpa warga Syiah Sampang dan kirim salam ke pengungsi. Tambah senang hati kami saat mendengar itu, karena  dalam perasaan kami, Pak SBY masih menganggap kami sebagai anaknya, dan Pak SBY kelihatan sangat serius dengan janjinya waktu itu. Apalagi Pak SBY siap membangun kampung kami dengan kucuran dana 1 triliun, tambah senang lagi kami karena kampung kami mau dibangun. Bukan hanya rumah orang Syiah katanya yang mau dibangun tapi semua akan dibangun dan diperbaiki. Tapi ditunggu-tunggu sampai sekarang belum ada satu pun janji Pak SBY yang terbukti. Anggapannya sekarang ini, apakah Pak SBY ingin membohongi anaknya sendiri.
Sekarang kami kecewa dan ragu terhadap janji Pak SBY. Kami ini nggak tahu mau ngomong apa sekarang. Apakah benar kami sebenarnya sedang dibohongi oleh bapak negara sendiri? Demikian.
Hormat kami,
Nurhalimah, Bujadin, Mualli, Mahrus, Rohman, M. Rosyid, Abdul Muis, Abdul Basit, Samsuri, Anwar.

Catatan: Tulisan ini disarikan oleh Nurkholis yang juga pengungsi Sampang dari hasil rekaman ungkapan lisan 10 pegowes yang pernah ke Jakarta dan bertemu dengan Presiden SBY pada bulan Juli 2013.

sumber : ahlulbaitindonesia.org

Syiah Bukan ancaman NKRI

AnNajah-“Hanya keledai yang akan jatuh ke lubang yang sama dua kali.”
Ungkapan ini tak hanya sangat masyhur dan begitu akrab di telinga kita semua, namun lebih dari itu mampu memberi kita pelajaran dan penyadaran berharga tentang betapa naifnya kita manusia–yang bukan keledai–bila harus berulangkali jatuh di “lubang yang sama” itu. Karena itulah kepada kita dipesankan beragam tips jitu agar tak terjatuh pada lubang yang sama meski hanya dua kali, salah satunya dengan cara berupaya seserius mungkin mempelajari sejarah.
Begitu pun halnya perjalanan panjang bangsa kita yang besar ini sejak sebelum dan sesudah merdeka. Entah sudah berapa banyak kisah tertoreh dalam lembaran hari demi hari Republik Indonesia kita, tak terkecuali sejarah kelam kejamnya penjajahan dan bagaimana pahit getirnya upaya mempertahankan keutuhan NKRI karena berulangkali telah dikoyak sejumlah aksi pemberontakan.
Dalam masa-masa kelam itu, tercatat ada beberapa upaya pemberontakan rakyat atas pemerintah dan negara. Sebut saja Pemberontakan DI/TII, yang sering sekali disebut para guru sejarah kita semenjak kita masih duduk di bangku SD. Berikutnya ada Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), lalu Pemberontakan G30s/PKI, Republik Maluku Selatan (RMS), Pemberontakan Permesta dan masih banyak lagi yang lainnya.
Maka, agar tidak terjatuh pada lubang yang sama dua kali, kita wajib belajar dari sejarah pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di Indonesia. Hal ini sangat perlu dilakukan setidaknya untuk mendeteksi, siapa sih sesungguhnya yang sesuai faktanya benar-benar mengancam NKRI?
Akhir-akhir ini, baik di dunai maya (situs internet) berupa artikel dan berita propaganda, maupun di dunia nyata, saat ratusan bahkan ribuan seminar digelar serentak dan beruntun di seluruh kota besar di negeri kita. Agenda kegiatan berbungkus seminar namun sejatinya berisi hujatan, ujaran kebencian dan penghunjaman stigma ke benak publik agar di antara kita mulai saling curiga satu sama lain, lalu saling benci, saling tuding karena merasa paling benar sendiri, dan pada akhirnya ukhuwah tak lagi kokoh terjaga, toleransi dan saling menghargai tak lagi dianggap berharga. Propaganda dan ‘seminar’ yang digagas sekelompok orang maupun golongan tertentu dengan mengangkat tema seragam minimal senada: “Syiah, Ancaman Bagi NKRI” sebagai isu besar yang seakan-akan benar dan nyata adanya.
Padahal jika kita lihat dan cermati dari sejarah pemberontakan yang pernah terjadi di Indonesia, tidak ada dalam sejarah Republik ini sejak berdirinya hingga saat ini, tercatat ada pemberontakan yang dilakukan oleh kalangan/kelompok Syiah.
Dr. Rumadi, MA, dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga Direktur Program The Wahid Institute menegaskan bahwa dilihat dari sejarah pemberontakan terhadap Republik Indonesia, memang belum pernah ada pemberontakan yang dilakukan oleh Syiah baik secara kelompok ataupun secara perorangan (yang mungkin bergabung dengan kelompok pemberontak tertentu) di Republik Indonesia ini.
“Isu seperti itu sebenarnya hanya sekedar bluffing saja ya, orang yang mengatakan Syiah sebagai ancaman bagi NKRI itu secara historis memang mustahil bisa membuktikan,” ujar Dr. Rumadi saat diminta tanggapan tim media Ahlulbait Indonesia via telepon perihal maraknya penyebaran isu Syiah mengancam NKRI.
Lebih jauh Dr. Rumadi menegaskan bahwa saat ini, ada beberapa organisasi yang secara terbuka melakukan ancaman terhadap NKRI, yang di antaranya ingin mendirikan Negara Islam atau Khilafah dan sebagainya, tapi entah kenapa justru tidak disebut sebagai ancaman terhadap NKRI. Inikah salah satu bukti bahwa bangsa kita mudah terpengaruh kamuflase dan propaganda?
Sementara itu, sejarahwan Anhar Gonggong, terkait sejarah pemberontakan yang mengancam NKRI, ternyata satu suara dengan Dr. Rumadi. Anhar menegaskan bahwa tidak ada dalam sejarah Indonesia, Syiah melakukan gerakan pemberontakan terhadap NKRI. Menurutnya, itu tidak pernah terjadi. Ahli sejarah terkemuka ini pun menjelaskan bahwa Kartosuwiryo, Kaharmuzakar maupun Ibnu Hajar yang pernah melakukan pemberontakan terhadap NKRI, mereka semua bukanlah orang Syiah.
Anhar Gonggong kemudian menjelaskan bahwa dalam sebuah pemberontakan terdapat dua hal yang harus dipenuhi. Pertama adalah ideologi yang dimiliki dapat diterima oleh sebagian besar masyarakat dan yang kedua adalah memiliki kekuatan fisik. Jika dilihat dari kedua hal tersebut, menurut Anhar, kelompok Syiah itu sama sekali tak memiliki keduanya.
Tapi bagaimana tanggapan Anhar saat mendengar begitu marak dan masifnya penyebaran isu Syiah sebagai ancaman bagi NKRI? “Kartosuwiryo, Kaharmuzakar yang memiliki kekuatan besar saja gagal untuk memberontak, apalagi Syiah? Bunuh diri bila Syiah melakukan itu!” tegasnya dengan nada heran saat wawancara via telepon dengan tim media Ahlulbait Indonesia.
“Orang yang mengatakan bahwa Syiah mengancam NKRI itu, bahasa kasarnya adalah ngawur,” tegas Anhar.
Sementara itu, ketua umum DPP Ormas Islam Ahlubait Indonesia Hasan Daliel saat diwawancarai di kantornya terkait berkembangnya isu Syiah sebagai ancaman bagi NKRI justru menegaskan, “Bagi Syiah Indonesia, NKRI adalah harga mati!”
Hasan kemudian menjelaskan bahwa Imamah yang mungkin dikhawatirkan oleh sebagian orang sebagai anti Pancasila adalah tidak benar. Imamah dipahami Syiah tidaklah sama dengan Imamah yang ada di tempat lain yang ingin mengganti NKRI dengan kekhalifahan, Khilafah, Imarah, Daulah, atau apapun saja sebutan lainnya. Imamah yang dipahami oleh Syiah indonesia adalah hubungan spiritual dengan seorang Marja’ atau Fukaha, seperti halnya hubungan spiritual kaum Katolik dengan pemimpin mereka di Vatikan.
“Kami dari Ormas Islam Ahlulbait Indonesia menyatakan dengan tegas bahwa yang paling berharga bagi kami di negeri ini adalah darah suci para pahlawan yang telah memerdekakan negeri ini,” ujar Hasan Daliel kembali menegaskan bahwa Syiah Indonesia akan selalu setia kepada Pancasila dan NKRI.
“Bahkan pemimpin spiritual kami selalu menasihati agar kami berbakti, di manapun kami dilahirkan. Menurut Beliau adalah wajib hukumnya menjunjung tinggi nilai-nilai luhur di negara kami masing-masing,” tambahnya.
Sungguh ironi bila kita tidak mau belajar dari sejarah kelam pemberontakan di Republik Indonesia ini, yang tidak pernah mencatat Syiah sebagai sebuah ancaman dengan melakukan pemberontakan terhadap Republik Indonesia tercinta ini. Maka, jika kita tidak ingin kembali terjatuh masuk ke lubang yang sama dua kali, jelas sudah bahwa bukan Syiah yang layak diwaspadai sebagai ancaman bagi NKRI.
Tapi biarlah torehan-torehan sejarah yang kelak akan menjawab siapa yang sebenarnya menjadi ancaman bagi NKRI. Biarlah para penuduh itu merasa bebas berekspresi seraya berharap bangsa kita dengan begitu mudahnya mereka tipu dan bodohi. Padahal sebaliknya, tabiat mereka tak ubahnya ibarat dua pepatah: Pertama, “Buruk muka cermin dibelah.” Kedua, “Siapa menepuk air di dulang, pasti terpercik ke muka sendiri.”